Tulisan ini berawal dari sikap laku kehidupan manusia yang sering
di bimbing oleh ego untuk menjalankan kehidupan. Bentuk ego itu memang tak bisa
kita abaikan begitu saja dalam diri kita, dan kita tetap harus menjaga ego itu
untuk tidak memunculkan sikap egoism, seperti kita memiliki keinginan dan
keinginan itu tidak tercapai, atau sikap yang berbeda dengan sikap lainnya, maka
yang akan muncul adalah karakter dari ego yang berbentuk kemarahan, kebencian,
keserakaan.
Akhirnya kita mengerti bahwa dari ‘ego’ itu muncul rasa takut, rasa
kebencian, kebohongan, penghianatan, keserakaan, kesenangan diri dan masalah
lainnya yang dihadapi manusia. Misalnya dari ketakutan itu, yang bersinambungan
dengan keamanan yang selama ini dimaknai sempit oleh pemerintah membuat rasa
tak nyaman di segala sudut kehidupan. Pemerintah mengartikan keamanan ini
sebatas paham untuk melindungi manusia dari kekerasan dan ancaman luar, padahal
keamanan itu bisa kita luaskan jangkauannya dalam kehidupan manusia ini yang
bersifat lahir maupun bathin, seperti takut dari kelaparan, pengangguran,
bencana, miskin kebudayaan, dan lainnya. Dengan ketakutan itu manusia akhirnya
akan bertindak sesuai keinginan untuk mencapai kebutuhan dirinya tanpa memandang
sekitarnya, munculah korupsi yang merupakan dampak dari ketakutan itu.
Nah, kita mencoba melihat sikap kanjeng nabi Muhammad SAW yang
menggambarkan dirinya sebagai nabi dan seorang pemimpin, menunjukkan bahwa
kepentingan masyarakat itu harus dikedepankan, dan kepentingan dirinya yang sekian
kalinya dalam kehidupan. Sayangnya, masyarakat kita, terutama sebagian pemimpin
kita dalam bernegara, beragama atau bersosial lebih melihat dari ranah keuntungan
dan manfaat untuk dirinya, kalau kita melakukan seperti ini kira-kira apa
keuntungan dan manfaat bagi saya, lho kok saya malah tekor (rugi) misalnya.
Pola pikir seperti ini yang perlu kita hindari dalam mengembangkan kamaslahatan
umat, kalau kita memiliki tujuan untuk membangun kemaslahatan umat, kita harus
berani dan tangguh dalam menunda kesenangan yang berbentuk keuntungan dalam dirinya,
utamakan kemaslahatan umat baru dirinya sendiri.
Dengan mengerti maksud dari asketis sosial itu yakni, berani
menunda kesenangan sesaat untuk membangun kemaslahatan umat, melalui sikap hidup
sederhana, berlaku jujur, adil kepada semuanya, berani nelongso ( Jawa).
Sebab dalam kamus besar bahasa Indonesia, asketisme bermakna paham yang
mempraktekkan kesederhanaan, kejujuran dan kerelaan. Itulah tingkah laku hidup
kanjeng nabi dalam mendidik umatnya, artinya kita tidak akan bahagia kalau
masyarakat sekitar masih merasa kelaparan, pendidikan minim, kekerasan, ancaman,
apalagi kebudayaan dimiskinkan.
Tidak ada aku tanpa kamu
Tidak ada kamu tanpa aku
Dalam diriku ada kamu
Dan itu tidak berlaku di Eropa, di Eropa yang berlaku adalah dalam
diri AKU tidak ada kamu, sebab kamu adalah neraka bagiku maka AKU harus
membunuh kamu. Inilah yang mencetuskan filsafat eksistensialime.
Dan bangsa kita menolak paham itu, agama kita menolak pemikiran
seperti itu, sebab paham eksistensialism menganggap orang lain/ the other
sebagai negasi yang harus di musnakan agar Aku bisa eksis. Agama akan tegak
setelah menghancurkan berhala-berhala, teori akan berlaku kalau meruntuhkan
teori lain, kapitalis akan kuat kalau menindak rakyat, dan itulah paham
eksistensialism yang mewujud dalam diri individualism. Yang dia pikirkan adalah
AKU, aku adalah nomor satu, aku adalah pemenang, aku adalah orang kaya dan aku
memiliki semuanya. Kamu miskin, kamu bodoh, kamu pengangguran tidak peduli yang
penting Aku eksis. Paham seperti ini yang dilakukan oleh kaum kapitalisme dan UU telah di sahkan oleh MPR.
Mereka tidak peduli melakukan korupsi, menginjak keringat para rakyat, yang
mereka pikirkan adalah yang penting AKU kaya.
di tulis oleh : Su Wung
0 komentar:
Posting Komentar